This news bothers me

Penyu Dibantai, Kecolongan Besar

Kamis, 17 Mei 2007

 
 

Harus Potong Distribusi Pasar Gelap, Libatkan Antarnegara

SAMARINDA – Pencurian dan pembantaian penyu hijau (Cheloniamydas) di perairan Berau, tidak saja mengkhawatirkan bagi pelestarian satwa dilindungi itu, tetapi juga merupakan kecolongan besar dari segi pengawasan. Penanganan masalah ini tak cukup hanya dengan menangkap nelayan asing yang melakukannya, tetapi juga harus dilakukan pemotongan jalur distribusi di pasar gelap penyu hijau, yang dari sisi bisnis memang menggiurkan.

Pengamat sosial dan lingkungan di Kaltim, Niel Makinuddin, menyebut terungkapnya pembantaian massal penyu hijau di Berau baru-baru ini sangat mengejutkan. Jumlah 387 ekor adalah angka fantastis. Menurutnya, masalah ini tak cukup diselesaikan dengan pengawasan tingkat kabupaten, tetapi harus dilakukan lintas negara.

"Ini namanya kecolongan besar dari segi pengawasan. Penyu hijau merupakan binatang dilindungi. Pengawasannya selain oleh Pemkab Berau bekerja sama dengan BKSDA, juga harus dilakukan lintas negara," tegas Niel, program manager The Nature Conservacy (TNC) Indoneisa Program di Kaltim kepada Kaltim Post, kemarin.

Ia dikonfirmasi berkaitan ditemukannya 387 penyu hijau yang dibantai nelayan asal China. Satwa yang sudah diawetkan dengan formalin itu ditemukan menumpuk di kapal nelayan China MV Hainan, dengan 23 anak buah kapal (ABK) yang berangkat dari Berau.

Upaya kerja sama bilateral dengan Malaysia, Hong Kong, Singapura, Filipina, kata Niel, mesti dilakukan. Tak hanya bekerja sama dengan pihak-pihak eksekutif, tapi lembaga-lembaga lainnya seperti LSM negara-negara terkait juga dibutuhkan. Semua komponen masyarakat yang peduli pelestarian diberdayakan.

Menurut Niel, Berau termasuk The World Coral Triangle (segi tiga karang dunia). Wilayahnya dari Selat Makassar hingga Papua Nugini. Penyu, lanjut Niel, juga satwa yang sering berpindah-pindah hingga ke negara lain (migratory species). Kadang-kadang setelah ditandai, seminggu kemudian sudah ditemukan di Filipina. "Jadi, memang harus ada kerja sama antarnegara. Para nelayannya juga mesti dibimbing diberi arahan bahwa penyu merupakan satwa yang dilindungi," kata Niel.

Sementara itu pengamat lingkungan lain, Abrianto Amin, menandaskan selama ini ada penadah penyu di Bali. "Jadi, di samping harus dilakukan pengawasan lebih ketat, jalur distribusinya juga mesti dipotong," tegas Abrianto, dari Visi 7.

Ia mengatakan, penyu hijau itu gampang ditangkap. Hanya dipasang jaring, sudah tertangkap. Makanya hal terpenting menurutnya adalah memperketat pengawasan. Bila perlu ada petugas khusus di lokasi penyu-penyu itu berada. "Kawasan yang disukai penyu itu harus dijaga ketat. Pemkab Berau dan LSM setempat juga mesti proaktif mengawasi dan menjaga agar tak lagi dijamah tangan-tangan tak bertanggung jawab," beber Abrianto.

Pulau Panjang di kepulauan Derawan merupakan habitat peteluran (nesting and rookery site) yang sangat penting bagi spesies-spesies penyu tersebut, selain juga menjadi jalur migrasi penting karena lokasinya berada di persimpangan antara Samudera Pasifik dan India.

Indonesia memiliki enam dari tujuh spesies penyu dunia, yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik atau Hawksbill (Eretmochelys imbricta), Penyu tempayan atau Loggerhead (Caretta caretta), Penyu Belimbing atau Leatherback (Dermochelys coriacea), Penyu Lekang atau Olive Ridley (Lepidochelys olivacae), dan Penyu Pipih atau Flatback (Natator depressus).

Penyu merupakan satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Convention on International Trade of Endangered Species (CITES), Appendix I dan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Pasal 21. Pelanggaran peraturan ini bisa dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta. (ar)

 
 

Pasted from <http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=prokaltim&id=211350>

Comments